Hak-Hak Anak Setelah Kelahiran (Secara Khusus)

2 Jul 2018Redaksi Aqidah

Hak Anak Pasca Kelahiran Secara Khusus

Yang dimaksud hak-hak anak pasca kelahiran secara khusus adalah berkaitan dengan orang tua sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Karena Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:

 كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالأَمِيرُ رَاعٍ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Masing-masing dari kalian adalah pemimpin, dan masing-masing dari kalian bertanggung jawab atas apa yang dia pimpin. Seorang penguasa adalah pemimpin, (dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya). Seorang laki-laki adalah pemimpin dilingkup keluarganya, (dan bertanggung jawab atas anggota keluarga yang ia pimpin). Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suami dan anaknya. Setiap dari kalian adalah pemimpin dan masing-masing dari kalian bertanggung jawab atas apa yang dia pimpin.”
(HR. Muslim)

Mengingat bahwa anak adalah amanah besar yang diberikan Alloh subhanahu wata’ala dan kelak hari kiamat akan dipertanggung jawabkan tentang apa yang diamanahkan, maka sudah menjadi kewajiban orang tua untuk memberikan hak-hak anak pasca kelahirannya. Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam pun telah mencontohkan kepada setiap orang tua akan hak-hak anak tersebut. Diantara hak-hak anak pasca kelahiran yang harus diberikan oleh orang tua adalah sebagai berikut:

  • Men”tahnik’” Bayi yang Baru Lahir dengan Kurma dan Mendoakannya dengan Keberkahan.

Tahnik adalah mengunyah sesuatu dan menaruhnya di mulut bayi serta mengolesnya agar melatih anak untuk makan dan menguatkan gusinya. Dari ‘Aisyah rodhiyallohu’anha, bahwa Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda,

“Pernah didatangkan kepada Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam beberapa bayi, lalu beliau shollallohu’alaihi wasallam mendoakan dengan keberkahan dan mentahnik mereka.
(HR. Muslim)

‘Anas  rodhiyallohu’anhu berkata, “Ketika Ummu Sulaim melahirkan seorang putra, dia menyuruhku untuk membawanya kepada Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam. Saya membawa kurma dan bayi tersebut kepada Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam yang sedang memakai ‘aba’ah (sejenis selimut). Beliau shollallohu’alaihi wasallam bertanya, “Apakah anda mempunyai kurma?” Saya menjawab, “Ya.” Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam mengambil kurma tersebut dan menaruhnya di mulut beliau dan mengunyahnya. Beliau shollallohu’alaihi wasallam membasahinya dengan ludahnya dan kemudian membuka mulut bayi dan memasukkan kurma kedalam mulutnya dan dijilat oleh bayi tersebut.

Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:

“Kesukaan orang Anshor adalah kurma.”
(HR. al-Bukhori dan Muslim)

Beliau shollallohu’alaihi wasallam men-tahnik-nya dan memberinya nama ‘Abdulloh dan tidak ada seorang pemuda Anshor yang lebih baik darinya.”

Maksud dari syariat tahnik dengan kurma tersebut disamping sebagai sebuah sunnah juga menjadikan bayi merasa aman dalam kelanjutan makanannya. Tahnik juga membantu bayi menggunakan mulutnya saat menyusu.

  • Memberikan Hak Warisan Kepada Anak Setelah Lahir.

Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda,

“Apabila anak yang lahir menangis, maka ia berhak mendapatkan warisan.”
(HR. al-Haitsami)

Dari Jabir bin ‘Abdulloh ia berkata, “Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam menetapkan bahwa seorang bayi mendapatkan warisan hingga ia mendapatkan “istihlal” yang jelas. Dan istihlal-nya adalah dengan menangis, berteriak atau bersin.”
(HR. Ibnu Majah)

Seorang bayi dalam Islam berhak mendapatkan warisan ketika ia sudah lahir dan saat itu orang yang mewariskannya telah meninggal. Disyaratkan pula terlahir dari ibunya dalam keadaan hidup dengan tanda dari tanda-tanda kehidupan seperti bersin, menangis, menyusu atau selainnya. Jika ia meninggal setelah itu, maka ia berhak mendapatkan warisan dan mewarisi. Jika ia tetap hidup maka ahli waris yang lain menjaga hartanya sampai bayi tersebut mencapai umur dewasa. Idealnya jangan membagi warisan terlebih dahulu sebelum anak dilahirkan agar dapat diketahui apakah ia berkelamin laki-laki atau perempuan, dan apakah bayi tersebut satu orang atau kembar.

  • Dikeluarkan Zakat Fitrohnya Setelah Bayi Lahir

Dari ibnu ‘Umar rodhiyallohu’anhu ia berkata, “Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam mewajibkan zakat fithroh di bulan Romadhon kepada setiap orang dari kaum Muslimin, merdeka atau budak, pria atau wanita, besar atau kecil sebesar satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum.” (Shohihul Jami’)

Satu sho adalah 4 mud. Untuk ukuran sekarang kira-kira 2,5kg atau 3,5 liter beras. Dan kita bisa menggunakan tangan untuk menjadi takaran dengan cara kita penuhi kedua telapak tangan sebanyak empat kali. Karena satu mud sama dengan genggaman dua telapak tangan orang dewasa dan satu sho sama dengan empat mud.

  • Menyelenggarakan Akikah untuk Anak.

Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:

 كُلُ غُلاَمٍ مُرْتَهِنٌ بِعَقِيْقَتِهِ، تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَابِعِ وَيُحْلَقُ رَأَسُهُ وَيُسَمَّى

“Setiap anak tergadai dengan Akikahnya yang disembelihkan pada hari ke tujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.”
(HR. Ibnu Majah)

Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata, “Menyembelih akikah untuk anak terkandung makna taqorrub (mendekatkan diri) dan syukur kepada Alloh subhanahu wata’ala, menebus, bersedekah, memberikan makan ketika mendapatkan kebahagiaan yang besar sebagai wujud syukur kepada Alloh subhanahu wata’ala dan menampakkan nikmat-Nya (anak) yang merupakan tujuan dan maksud dari pernikahan.”

Dari Ummu Kurz beliau bertanya pada Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam tentang akikah. Maka Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:

 “Untuk anak laki-laki dua kambing, dan dari  anak perempuan satu kambing. Tidak ada bedanya antara yang jantan dan betina.”
(HR. at-Tirmidzi)

Hadits di atas sanadnya tidak bersambung namun dikuatkan dengan hadits riwayat an-Nasa’i dengan lafadz:

”Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam mengakikahkan Hasan dan Husain masing-masing dua kambing.”

Hadits akikah dua kambing untuk anak laki-laki dan satu kambing untuk anak perempuan lebih utama diamalkan karena beberapa alasan, diantaranya:

  1. Ia lebih banyak.
  2. Ia merupakan perbuatan nabi shollallohu’alaihi wasallam, dan hadits dua kambing merupakan perkataan beliau shollallohu’alaihi wasallam dan perkataan umum, sementara perbuatannya bisa merupakan kekhususan beliau .

Di antara manfaat akikah, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Qoyyim  dalam kitabnya, “Tuhfatul Maudud”, adalah:

  1. Merupakan ibadah kepada Alloh .
  2. Merupakan sifat mulia untuk menghilangkan kekikiran.
  3. Memberikan makanan kepada orang lain dan ini termasuk ibadah.
  4. Melepaskan gadaian si anak, agar ia bisa memberikan atau mendapatkan syafaat bagi orang tuanya.
  5. Menanamkan sunnah-sunnah yang disyariatkan dan memberantas khurofat kejahiliyahan.
  6. Memperkenalkan nasab anak dan lainnya.
  • Memberi Nama dengan Nama yang Baik dan Melarang Memberi Nama yang Jelek.

Sesungguhnya Alloh Maha Indah dan menyukai keindahan. Diantara keindahan yang dicintai Alloh subhanahu wata’ala adalah memberi nama yang baik bagi anak tercinta. Karena hal ini termasuk hak anak setelah kelahirannya yang harus diberikan orang tua.

Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:

”Nama yang paling dicintai Alloh adalah ‘Abdulloh dan ‘Abdurrohman.”
(HR. Muslim)

Dalam hadits lain, Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:

”Jangan menamakan anakmu Yassar (mudah), Robaah (untung), Najih (sukses), dan Aflah (beruntung). Sesungguhnya jika kamu bertanya, ‘Apakah dia (Najih/sukses-misalnya) ada disini?’ Kalau tidak ada maka akan dijawab, ‘Tidak ada (sukses) disini’.”
(HR. Muslim)

Syaikh Bakar Abu Zaid dalam kitabnya, “Tasmiyatul Maulud” mengatakan, “Terdapat dalam sunnah nabi shollallohu’alaihi wasallam bahwa pemberian nama itu ada tiga waktu:

  1. Di hari kelahiran (lebih cepat lebih baik, diberi nama sebelum di-tahnik).
  2. Sampai hari ketiga dari hari kelahiran.
  3. Di hari ketujuh dari kelahiran.

Nama yang baik dan Islami adalah hadiah kelahiran yang akan dikenang dan dibawa anak hingga meninggal nanti. Namun sangat disayangkan hari ini kaum Muslimin banyak sekali memberi nama anaknya dengan nama-nama pemain sepak bola dan bintang sinetron. Dengan dalih mencari trend dan mengikuti perkembangan zaman. Padahal nama Islami lebih indah dan lebih bagus dari pada nama yang tidak jelas arti dan maknanya. Dan nama memberi pengaruh pada sifat seseorang.

  • Mencukur rambut Anak Pada Hari ke Tujuh.

Ibnul Qoyyim rohimahulloh dalam kitab Tuhfatul Mauduud mengutip perkataan ‘Ali di hari akikah anak beliau, Hasan, bahwasanya Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda: “Wahai Fatimah! Cukurlah rambutnya, dan bersedekahlah seberat rambutnya dengan perak.” ‘Ali berkata, “Aku kemudian menimbang rambutnya, dan beratnya sekadar uang satu dirham atau sebagiannya.”
(HR. at-Tirmidzi).

Sedekah tersebut diserahkan kepada fakir miskin yang membutuhkan. Sebagian orang tua enggan melaksanakan sunnah ini. Mereka ragu anaknya menjadi botak. Menurut mereka kepala anak masih sangat lembut dan tidak boleh dicukur. Padahal hikmah dari mencukur rambut ini adalah agar rambut anak tersebut kelak tidak mudah rontok dan rusak, serta memberikan ruang kepala bayi agar tidak lembab. Namun, dalam mencukur tidak boleh Qoza’’ (mencukur sebagian dan meninggalkan sebagian).

Beliau shollallohu’alaihi wasallam bersabda:

“Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam melarang qoza’. Aku (‘Umar bin Nafi’) berkata pada Nafi’, ‘Apa itu qoza’?’ Nafi’ menjawab, “Qoza’ adalah menggundul sebagian kepala anak kecil dan meninggalkan sebagian lainnya”.”
(HR. Muslim)

  • Mengkhitan (Menyunati) Anak.

Khitan merupakan kesucian dan kebersihan. Hal ini sebagaimana hadits nabi :

“Kesucian itu ada lima; khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kumis, dan memotong kuku.”
(HR. al-Bukhori)

Adapun khitan wajib hukumnya bagi laki-laki dan utama bagi kaum wanita (tidak wajib). Hal ini berdasarkan keterangan dari banyak ulama.

Dalil tentang wajibnya berkhitan adalah sebuah hadits yang menyebutkan bahwa nabi  pernah bersabda kepada seorang laki-laki yang baru saja masuk Islam.

“Bersihkan darimu rambut kekafiranmu dan berkhitanlah”
(HR. Abu Dawud)

Begitu pula hadits dari Abu Huroiroh bahwa nabi shollallohu’alaihi wasallam bersabda:

“Ibrohim kekasih Alloh, berkhitan pada usia 80 tahun. Beliau berkhitan dengan kapak.”
(HR. al-Bukhori dan Muslim)

Berkhitan juga disyariatkan kepada wanita. Nabi shollallohu’alaihi wasallam bersabda:

“Apabila dua khitan (laki-laki dan perempuan) bertemu (senggama) maka wajib mandi.”
(HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dalam hadits ini terdapat penjelasan bahwa para wanita dahulu (pada zaman nabi) berkhitan. Begitu pula hadits ‘Umar bahwa seorang wanita tukang khitan pernah mengkhitan (seorang anak wanita), maka ‘Umar berkata kepadanya, “Sisakan sedikit bila engkau mengkhitan.”
(HR. Abi Syaibah)

Diriwayatkan bahwa beliau shollallohu’alaihi wasallam pernah berkata kepada wanita tukang khitan khusus wanita.

“(Sisakanlah) syahwatnya dan jangan dihabiskan, karena hal itu lebih memuaskan wajah (bisa) lebih bercahaya dan suami.”
(Majma’ Az-Zawaid)

Adapun waktu yang wajib bagi laki-laki berkhitan adalah ketika sudah baligh, berdasarkan sabda nabi shollallohu’alaihi wasallam dari Ibnu ‘Abbas :

“Dan mereka (para sahabat) tidaklah mengkhitan seorang laki-laki melainkan setelah dia berusia baligh.”
(HR. al-Bukhori)

Dan tidaklah mengapa mengkhitan waktu kecil. Namun kewajiban ini akan gugur bagi orang yang takut mengalami kebinasaan (bila dikhitan). Dan berkhitan di masa kecil sampai usia tamyiz (sebelum baligh) lebih baik karena akan lebih cepat sembuh dan dia akan tumbuh dalam keadaan sesempurna mungkin.

  • Menyusui dan Mengasuh

Diantara kewajiban orang tua kepada anak adalah menyusuinya selama dua tahun.

Alloh subhanahu wata’ala berfirman:

 وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Alloh dan ketahuilah bahwa Alloh Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
(QS. al-Baqoroh [2]: 233)

Ayat ini merupakan dalil kasih sayang Alloh subhanahu wata’ala kepada seorang wanita. Alloh subhanahu wata’ala memerintahkan ibu untuk menyusui anaknya  padahal hal tersebut telah  menjadi fithroh dan naluri mereka. Boleh bagi ibunya menyusui kurang dari dua tahun. Akan tetapi, hal itu dimusyawarahkan terlebih dahulu (oleh kedua orang tua anak tersebut), dan dengan keridhoan keduanya serta kemashlahatan bagi bayinya, jika memudhorotkan anaknya maka hal itu dilarang. Dan apakah menyusui boleh lebih dari dua tahun? Hal itu tergantung kondisi bayi tersebut. Jika dia sangat membutuhkan air susu tersebut maka boleh ditambahkan secukupnya. Jika tidak lagi membutuhkan maka masa menyusui telah sempurna (yaitu dua tahun penuh), sebagaimana hal itu di ungkapkan oleh Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin  dalam tafsirnya.

Sangat disayangkan banyak para ibu hari ini enggan menyusui anaknya dengan bermacam-macam alasan yang tidak bisa dibenarkan secara syar’i.

Wahai para ibu yang mulia… berikan kasih sayangmu dengan menyusui anakmu. Susuilah anakmu dengan ASI-mu agar sempurna makna keibuanmu! Tegakah engkau melihat buah hatimu berteriak menangis meminta ASI lantas kau berikan susu kambing dan sapi?! Jika hewan tak berakal saja tak pernah enggan menyusui anaknya, lantas bagaimana manusia yang diberikan akal sempurna? Tentunya kita semua tahu jawabannya.

  • Mengunjungi Anak Ketika Sakit.

Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam memiliki pembantu seorang anak Yahudi. Ketika anak tersebut sakit, Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam mengunjunginya dan duduk didekat kepalanya. Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda kepada keduanya, “Masuk Islamlah.” Anak tersebut menoleh ke orang tuanya yang berada di sampingnya. Ayahnya berkata, “Taatilah Abul Qosim (Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam).” Anak tersebut masuk Islam, kemudian meninggal. Rosululloh  keluar dan bersabda, “Segala puji bagi Alloh yang menyelamatkannya dari neraka.”

Bahkan ketika keluarga beliau sakit, Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam mengajari berobat dengan cara Islami yaitu ruqyah (jampi-jampi). Bukan malah menyuruh pergi ke dukun sebagaimana kebanyakan orang zaman sekarang. Sebagaimana di jelaskan oleh ‘Aisyah :

أَنَّ النَّبِى  كَانَ يُعَوِّذُ بَعْضَ أَهْلِهِ يَمْسَحُ بِيَدِهِ الْيُمْنَى، وَيَقُولُ : ( اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ، أَذْهِبِ الْبَاسَ، اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِى لا شِفَاءَ إِلا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لا يُغَادِرُ سَقَمًا

“Bahwasanya nabi  membacakan (ruqyah) kepada sebagian keluarganya  ketika sakit, kemudian mengusap orang tersebut dengan tangan kanannya seraya berkata: “Ya Alloh Robb seluruh manusia, hilangkanlah penyakit ini, sembuhkanlah. Engkau adalah Dzat Yang Maha Menyembuhkan, tidak ada kesembuhan  kecuali kesembuhan dari-Mu, yaitu kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.”
(HR. al-Bukhori)

Sebagai orang tua sangat dianjurkan menjenguk anaknya ketika sakit. Jika teman atau tetangga saja diperintahkan dalam Islam untuk dijenguk ketika sakit, maka keluarga dan sanak kerabat lebih ditekankan karena hak bagi orang yang sakit adalah dijenguk dan didoakan untuk kesembuhannya.

  • Menikahkan Anak.

Apabila anak telah mencapai umur dewasa dan layak serta siap untuk nikah, maka kewajiban orang tua untuk menikahkan anaknya. Bahkan menjadi wajib jika hal tersebut akan membawanya kepada penyimpangan. Karena menikah merupakan benteng kesucian bagi seseorang. Dengan menikah kemaluan  dan pandangan akan terjaga dari hal-hal yang diharamkan. Insya Alloh.

Selain hal tersebut, seorang ayah wajib menikahkan putrinya yang sudah mencapai usia pernikahan agar ia bisa menjaga dirinya. Wajib bagi ayah mencarikan suami yang sholih bagi putrinya. Kemudian memberi kemudahan bagi yang meminangnya jika yang datang pada putrinya termasuk pemuda yang sholih. Rosululloh shollallohu’alaihi wasallam bersabda:

 إِذَا جَاءَكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌ

“Apabila datang kepada kamu sekalian seseorang yang engkau ridhoi agamanya dan akhlaknya (untuk meminang perempuan) maka nikahkanlah dia, apabila tidak kau lakukan maka akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di bumi.”
(HR. at-Tirmidzi)

Tidak ada alasan bagi orang tua untuk melarang anaknya ketika minta izin menikah gara-gara masih kuliah. Karena kuliah bukan alasan yang syar’i untuk tidak menikah. Namun sangat aneh bin ajaib, banyak sekali orang tua hari ini ridho anaknya dipacari dan justru tidak rela ketika anaknya dinikahi. Inilah salah satu fitnah dan kerusakan besar yang telah menyebar di bumi ini.

  • Berwasiat Kepada Anaknya.

Salah satu hak anak adalah mendapatkan wasiat dari orang tuanya. Wasiat tersebut meliputi wasiat dalam pembagian harta warisan jika ada, menyambung silaturahmi dengan teman dekat dan orang tua selama hidupnya, serta mendoakan untuk selalu diampuni dosa-dosanya.

Sebaik-baik wasiat orang tua kepada anaknya adalah wasiat Luqman al-Hakim kepada anaknya. Adapun isi wasiat tersebut ada 5 sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an:

  1. Wahai anak kesayanganku, janganlah engkau mempersekutukan Alloh (dengan sesuatu yang lain), sesungguhnya perbuatan syirik itu adalah satu kedzoliman yang besar. (QS. Luqman [31]: 13)
  2. Wahai anak kesayanganku, sesungguhnya jika ada sesuatu perkara (yang baik atau yang buruk) sekalipun seberat bijih sawi serta ia tersembunyi di dalam batu besar atau di langit atau pun di bumi, sudah tetap akan dibawa oleh Alloh (untuk dihakimi dan dibalasNya); karena sesungguhnya Alloh Maha Halus pengetahuan-Nya; lagi Amat Meliputi akan segala yang tersembunyi. (QS. Luqman [31]: 16)
  3. Wahai anak kesayanganku, dirikanlah sholat dan suruhlah berbuat kebaikan, serta cegahlah daripada melakukan perbuatan yang mungkar dan bersabarlah atas segala bala bencana yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan Alloh. (QS. Luqman [31]: 17)
  4. Dan janganlah engkau memalingkan mukamu (kerana memandang rendah) kepada manusia, dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan berlagak sombong; sesungguhnya Alloh tidak suka kepada tiap-tiap orang yang sombong, lagi membanggakan diri. (QS. Luqman [31]: 18)
  5. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. (QS. Luqman [31]: 19)

Nasihat murobbi sejati tersebut hendaknya selalu diperhatikan oleh setiap orang tua, karena didalamnya terkandung hikmah dan manfaat yang sangat agung.

Beberapa contoh di atas adalah hak-hak khusus anak yang harus diberikan orang tua pada anaknya. Dan mengabaikan hak tersebut dengan sengaja adalah sebuah penyelewengan dari amanah yang diberikan Alloh subhanahu wata’ala padanya. Suatu hari nanti pasti Alloh subhanahu wata’ala akan meminta pertanggungjawabannya karena setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas semua yang dipimpinnya.

Baca juga