Sejarah dan Kisah AMR BIN ‘ASH (Radiyallahu ‘anhu)

30 Jan 2012Redaksi Sejarah Islam

“Aku ini adalah busur anak panah dari sekian busur panah Islam. Sedangkan Anda (Kholifah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu) setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala, adalah orang yang melepaskan busur-busur itu ataupun yang mengumpulkannya. Maka lihatlah, mana yang lebih kuat, lebih menakutkan dan yang lebih baik. Kemudian lepaskan busur itu ke satu arah, niscaya ia akan datang.”

 Itulah sepenggal kata-kata dari sahabat mulia, panglima agung yang cerdas cendekia, Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu.

Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu lahir setengah abad sebelum hijrah. Ia merupakan salah seorang Arab yang cerdik dan jenius. Lantang dan fasih berbicara. Memiliki daya pikir yang luar biasa dan memiliki pandangan yang jauh. Dalam sepak terjangnya, Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu meninggalkan kenangan yang mengagumkan dan menarik perhatian dunia selama kurun waktu yang sangat panjang.

Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu masuk Islam pada tahun ke-8 Hijriah. Ketika Amru Radhiyallahu ‘anhu datang ke Madinah bersama Kholid bin Walid dan Utsman bin Tholhah Radiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepada para sahabat, “Kota Mekkah telah mengirimkan jantungnya (tokoh andalan) kepada kalian.”

Telah tercatat dalam sejarah, bahwa Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu mengem-ban peran-peran penting yang di-tugaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memang menaruh ke-percayaan yang tinggi kepada Amru Radhiyallahu ‘anhu untuk memikul tugas yang berat. Hal itu tidak lain, karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam telah melihat kecerdasan dan kemampuan Amru Radhiyallahu ‘anhu, serta kebera-nian dan sikap mulia yang dimiliki-nya. Maka sangat pantas, bila Amru Radhiyallahu ‘anhu mendapat amanah untuk memegang komando militer, ataupun menerima tugas diplomatik.

Dzatu Salasil

Tugas pertama yang diemban oleh Amru Radhiyallahu ‘anhu adalah memerangi kabilah Baliya dan ‘Adzroh di lembah Qudho’ah. Amru Radhiyallahu ‘anhu memimpin 300 orang tentara, termasuk 30 anggota pasukan berkuda yang terdiri dari para pemuka Anshor dan Muhajirin. Pasukan pun mulai bergerak untuk menghadang pasukan Qudho’ah.

Dengan kecerdasannya, Amru Radhiyallahu ‘anhu sang panglima menginstruksikan ke-pada seluruh pasukan agar beristirahat di siang hari, kemudian melanjut-kan perjalanan di malam hari. Hal tersebut dilakukan untuk membuat musuh terkejut dan tidak tahu persis jumlah pasukan Muslimin.

Ketika pasukan sudah sampai di Dzatu Salasil, Amru Radhiyallahu ‘anhu segera mengu-tus mata-mata untuk menyelidiki kekuatan militer musuh. Ternyata pasukan musuh sangat besar, sehing-ga sangat sulit untuk bisa melawan kekuatan mereka. Maka Amru Radhiyallahu ‘anhu mengirim utusan kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam untuk meminta pasukan bantuan agar bisa menghadapi musuh dengan kekuatan yang memadai.

Menindaklanjuti permintaan ter-sebut, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam mengirimkan tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan Muhajirin. Bendera komando di-serahkan kepada Abu Ubaidah Ibnul Jarroh Radhiyallahu ‘anhu. Bahkan, Abu Bakar dan Umar Ibnul Khothob Radiyallahu ‘anhuma, turut serta dalam misi militer ini. Itu artinya, para tokoh Muhajirin ini berada di bawah komando Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu.

Ketika malam tiba, panglima Amru Radhiyallahu ‘anhu menginstruksikan sebuah perintah yang janggal menurut pa-sukannya. Instruksi itu adalah larangan untuk menyalakan api, meski cuaca malam saat itu sangat dingin. Sebetul-nya, hal tersebut tidak lain me-rupakan buah dari pemikirannya yang cemerlang, yaitu agar musuh tidak mengetahui jumlah pasukan Muslimin yang sedikit.

Usai menunaikan sholat Shubuh, pasukan Muslimin telah siap untuk menjual dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan surga-Nya yang seluas langit dan bumi. Perang pun meletus… Ksatria-ksatria Islam telah berhasil merobohkan pertahanan pasukan musuh yang jumlahnya lebih banyak. Di tangan kaum Muslimin, banyak tentara musuh yang jatuh bergelim-pangan. Dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, para tentara kaum Muslimin kembali dengan membawa kemenangan dan harta rampasan perang yang melimpah. Misi Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu sukses besar.

Tak lama berselang, setelah ke-suksesannya di Dzatu Salasil, Amru Radhiyallahu ‘anhu kembali mendapat tugas baru dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, yaitu menghancurkan berhala Suwa’. Dengan segera, misi Amru Radhiyallahu ‘anhu pun selesai. Amru Radhiyallahu ‘anhu kem-bali diberi tugas oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Tugasnya kali ini adalah pergi ke Oman untuk menyampaikan surat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, yang berisi seruan kepada raja Goifar bin Julanda agar memeluk Islam. Tugas kali inipun, dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala, berhasil. Raja Oman, Goifar bin Julanda dan adik-nya, mau menerima dakwah Islam.

Perang Yarmuk

Roda waktu pun terus berputar, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam telah dipanggil oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendahului sahabat-sahabatnya. Kini ‘Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu menerima tugas dari kholifah Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu. Setelah menjadi gubernur Oman, Amru Radhiyallahu ‘anhu ditarik kembali ke medan jihad untuk membantu per-juangan melawan bangsa Romawi. Meletuslah perang Yarmuk. Di bahwa komando Kholid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu, Amru Radhiyallahu ‘anhu berjuang sekuat tenaga, bahkan berperan besar dalam peperang-an hingga meraih kemenangan.

Perang Ajnadin dan Penaklukan Mesir

Perjuangan Amru Radhiyallahu ‘anhu tidak hanya sampai di Syam saja. Pada masa kekholifahan selanjutnya, yaitu Umar bin Khothob Radhiyallahu ‘anhu, Amru Radhiyallahu ‘anhu ditugas-kan untuk melawan kaum kafir di Ajnadin. Dengan kecerdasannya, Amru Radhiyallahu ‘anhu bisa memperdaya panglima Romawi yang cerdik, yaitu Arthobun.

Kemenangan gemilang pun diraih Amru Radhiyallahu ‘anhu. Setelah Ajnadin ditakluk-kan, Amru Radhiyallahu ‘anhu melanjutkan misinya membebaskan sebagian besar wilayah Palestina. Kemudian, datanglah pe-rintah baru dari Madinah, untuk menaklukkan Mesir.

Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu datang ke Mesir yang dikuasai Romawi pada tahun ke-19 H. Pasukan Romawi akhirnya tunduk dan menyerah. Me-reka meminta perdamaian dan me-nyetujui untuk membayar jizyah. Dengan demikian, bebaslah Mesir dari cengkeraman kekuasaan Romawi, dan aman dalam naungan Islam.

Setelah mengarungi perjuangan hidup yang panjang, Amru bin Ash Radhiyallahu ‘anhu wafat menemui sang Kholiq pada tahun ke-43 H. (Admin-HASMI).

.:: Wallahu Ta’ala ‘alam ::.