Abdulloh bin Umi Maktum

5 May 2014Redaksi Kisah Inspiratif

Ketika kita membaca surat Abasa di Juz 30, kita akan teringat dengan kisah seorang sahabat mulia, Abdulloh bin Ummi Maktum . Dimana Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) menurunkan Surat itu untuk menjelaskan urusannya, dan akan dibaca sampai hari kiamat.

Sebelum masuk Islam, Ibnu Ummi Maktum raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) adalah seorang laki-laki biasa di Mekkah, dan bukan seorang pemuka dari kaumnya. Akan tetapi setelah masuk Islam dan imannya menguat, ia menjadi salah seorang pemuka di Mekkah, bahkan boleh kita katakan sebagai salah satu pemuka di bumi ini. Ia masih terikat hubungan silaturahmi dengan Rosululloh , yakni ia adalah anak paman Khodijah binti Khuwailid, isteri Nabi ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him).

Ibnu Ummi Maktum raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) telah diuji oleh Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) dengan kondisi matanya yang tak dapat melihat, alias buta. Akan tetapi, Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) memberikan kenikmatan yang lebih besar, yaitu dengan bashiroh (penglihatan) keimanan yang kuat. Ia menjadi alim ulama di antara para shohabat  lainnya.

Sebagai salah seorang yang termasuk assabiqunal awwalun, Abdulloh turut merasakan segala macam suka duka kaum Muslimin di Mekkah ketika itu. Ia turut mendapat siksaan kaum Quraisy seperti yang didapatkan oleh kawan-kawannya seagama, berupa penganiayaan dan berbagai macam tindakan kekerasan lainnya. Namun, apakah dengan kekerasan-kekerasan itu Ibnu Ummi Maktum menyerah? Tidak……! Ia tidak pernah mundur dan tidak lemah iman. Bahkan ia semakin teguh berpegang pada ajaran Islam dan Kitabulloh. Ia semakin rajin mempelajari syariat Islam dan sering mendatangi majelis Rosululloh ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him).

Begitu rajin ia mendatangi majelis Rosululloh ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him), menyimak dan menghafal Al-Qur’an. Tekadnya begitu kuat, meskipun adanya keterbatasan penglihatan yang dimilikinya.

Setelah Rosululloh ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) tiba di Madinah, beliau mengangkat ‘Abdulloh bin Ummi Maktum raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) dan Bilal bin Robah raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) menjadi Muadzin beliau . Mereka berdua bertugas meneriakkan kalimat tauhid lima kali sehari semalam, mengajak orang banyak beramal saleh dan mendorong masyarakat merebut kemenangan. Apabila Bilal adzan, maka ‘Abdulloh Iqamat. Dan bila Abdulloh adzan, maka Bilal yang iqomat.

Dalam bulan Romadhon tugas mereka bertambah. Bilal adzan tengah malam membangunkan kaum Muslimin untuk sahur, dan Abdulloh adzan ketika fajar menyingsing.

Sebagai bentuk kepercayaan Rosululloh ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) kepada Abdulloh, beberapa kali Rosululloh ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) mengangkatnya menjadi wali kota Madinah menggantikan beliau apabila meninggalkan kota. Tujuh belas kali jabatan tersebut dipercayakan beliau kepada Ibnu Ummi Maktum. Salah satu di antaranya, ketika Rosululloh ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him) meninggalkan kota Madinah untuk membebaskan kota Mekkah dari kekuasaan kaum musyrikin Quroisy.

Suatu ketika Ibnu Ummi Maktum raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) menyampaikan keinginannya untuk dapat ikut berjihad bersama para sahabat. Tentu saja para sahabat  merasa sangat senang karena keutamaan yang dimiliki Ibnu Ummi Maktum. Walau matanya tidak dapat melihat, telah lama ia mengharapkan dapat ikut berperang bersama Rosululloh  dan pasukan kaum Muslimin. Ibnu Ummi Maktum raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) pernah merasa sangat sedih dan pilu tatkala turun kepada Rosululloh  wahyu Alloh  yang berbunyi:

“Tidaklah sama antara orang Mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) dan orang-orang yang berjihad di jalan Alloh.” (QS. An Nisa: 95)

Ia pun berkata, “Ya Alloh, Kau memberiku ujian begini, bagaimana aku dapat berbuat…?” Kemudian turunlah ayat lainnya, “Selain yang mempunyai udzur…”

Walau demikian, Ibnu Ummi Maktum tetap mempunyai hasrat yang kuat untuk berjihad fi sabilillah bersama barisan kaum Muslimin dan selalu memperkuat keimanannya dengan mendalami terus ilmu yang pernah disampaikan oleh Rosululloh ṣallallāhu 'alayhi wa sallam (peace and blessings of Allāh be upon him).

Akhirnya, Ibnu Ummi Maktum raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him) wafat dalam peperangan Qodisiyah tahun 15 H, di masa kholifah Umar bin Khoththob raḍyAllāhu 'anhu (may Allāh be pleased with him). Semoga Alloh subḥānahu wa ta'āla (glorified and exalted be He) mengampuninya dan meninggikan kedudukannya di surga nanti.

(Red-HASMI)