.:: “Nyadran Sendangguwo” Ritual Syirik dari Air Petilasan Sendangguwo.

SEMARANG – Sungguh merupakan suasana yang sangat menyedihkan. Ratusan warga berebut air doa seusai ritual Nyadran di petilasan Sendangguwo, kampung Sendangguwo RT 07/RW09 Kelurahan Sendangguwo Semarang, Kamis (15/12/2011) Kemarin. Tua muda, remaja maupun anak-anak rela berdesak-desakan untuk mendapatkan air yang menurut kepercayaan mereka membawa berkah.

Mereka mengantri sambil membawa baskom, gelas, botol air mineral, gayung atau bahkan ember. Usai mendapatkan air yang ditaburi kembang, sebagian warga mengusapkan air ke wajah mereka berharap diberikan kesehatan dan berkah di tahun mendatang. Sebagian warga ada pula yang meminumnya.

Yah, tradisi syirik berupa nyadran dengan membagikan air yang mereka anggap berkah sudah menjadi tradisi di kampung Sendangguwo Semarang. Menurut Karmidi (58), warga Sendangguwo RT09/RW09 yang juga sebagai Ketua Paguyuban Nguri Budaya di kampungnya tersebut, tradisi Nyadran sudah turun temurun dilakukan dan tak ada satupun warga yang mengetahui sejak kapan dimulainya.

Ironisnya, dengan penuh keyakinan Karmidi berkata “Yang kami tahu sebelum simbah kami lahir pun, Nyadran di petilasan ini sudah dilakukan. Tujuan utamanya adalah untuk berdoa berharap berkah agar diberikan kelancaran dan kemudahan serta rejeki yang barokah,” jelasnya.

Menurutnya, konon di dalam kawasan petilasan tersebut ada sebuah guwo (goa) dan sendang, sehingga daerah tersebut lebih dikenal dengan sebutan kampung Sendangguwo hingga sekarang. Menurut cerita, di kawasan tersebut ada yang “menjaga”, yaitu Kyai dan Nyai Guwo atau juga disebut Kyai dan Nyai Purut.

Dahulu kala, banyak warga yang datang di petilasan tersebut saat akan menggelar hajat, menggelar perkawinan misalnya. Sebelumnya, mereka senantiasa menyempatkan diri berdoa di petilasan memohon kelancaran.

Pria yang juga menjadi ketua RW 09 di kelurahan Sendangguwo tersebut juga bercerita bahwa konon tak hanya memohon kelancaran dan berkah saja. Warga ada pula yang memohon dicukupi kebutuhannya saat akan “mantu” misalnya meminta sejumlah perabot masak atau bahkan seperangkat gamelan wayang untuk pertunjukan. Permintaan tersebut, menurut cerita leluhur mereka saat itu bisa terkabul seketika.

Namun, sejak ada warga yang menukar kempol gamelan saat menggembalikannya ke petilasan, kejadian tersebut sudah jarang ditemui. Saat warga meminta dipinjamkan sejumlah peralatan tersebut, sudah tidak ada yang terkabul secara tiba-tiba.

Lebih parahnya lagi, meski demikian warga tetap melakukan tradisi Nyadran yang digelar tiap bulan Sura untuk berdo’a dan mengharap berkah. (Admin-HASMI/srmrdk).

Check Also

Hadirilah..!! TABLIGH AKBAR & LIQO SYAWAL Ahad, 14 Mei 2023

Hadirilah..!! TABLIGH AKBAR & LIQO SYAWAL Dengan Tema : 🌷 “Tarbiyah Romadhon Melahirkan Mujahid Dakwah” …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *